Dr Indrawan Nugroho Innovation Consultant, Serial Entrepreneur, Content Creator.

Pemenang dan Pecundang di 2022

6 min read

Kita semua berharap agar pandemi segera kita tinggalkan, berharap bahwa 2022 akan menandai akhir dari Covid19. 

Kita semua optimis walaupun omicron tengah mengintai di tikungan tapi kawan penting untuk kita sadari bahwa masa depan kita tidak didikte oleh keberadaan virus di sekitar kita. 

Melainkan oleh respon kita atas segala perubahan yang terjadi disekitar kita yang itu dipicu oleh kehadiran virus itu.

Sadari bahwa masa depan kita hanyalah konsekuensi dari pilihan aksi yang kita putuskan hari ini dan pada masa lalu. 

Maka jika Anda ingin menerawang ke depan melihat apakah Anda akan berakhir sebagai pemenang atau pecundang di dunia pasca pandemi nanti, maka lihatlah pilihan-pilihan aksi yang Anda buat selama masa pandemi ini. 

Jadi, seperti apa masa depan bisnis Anda? Yuk, kita cari tahu dulu.

Chapter 1 | The Day Our World Stood Still

Ketika Covid19 masuk ke Indonesia di bulan Maret 2020, kita semua panik. Kehidupan di pause, ekonomi berhenti berputar, sebagian bisnis jadi winners, sebagian lagi jadi losers. 

Mereka yang memproduksi dan menjual barang-barang yang esensial serta memiliki saluran distribusi digital yang baik, diuntungkan oleh keadaan. Produk mereka diserbu oleh masyarakat. 

Namun, bagi bisnis yang masuk kategori losers, keadaannya terbalik. Pasar mereka hilang seketika. Permintaan turun hingga sama sekali tidak ada, bahkan ketika ada batasan dan aturan pemerintah menjauhkan mereka dari pelanggan. 

Kita memasuki masa kegelapan, dan saat itulah kita diuji. 

Bagaimana kita merespon situasi yang penuh ketidakpastian itu? 

Ketika terancam, manusia secara naluriah merespon dengan dua pola yaitu flight or fight, lari atau melawan. 

Maka, ketika pandemi masuk ke Indonesia dan memporak-porandakan ekonomi negeri ini, kita pun merespon dengan dua model itu. Saya menyebutnya dengan Survival Mode dan Innovation Mode.

Survival Mode adalah ketika kita memilih untuk sekedar bertahan hidup, menunggu pandemi berakhir sebelum mengambil aksi bisnis yang signifikan. Mantra yang selalu dikumandangkan di mode ini adalah efisiensi, efisiensi, dan efisiensi. 

Sementara Innovation Mode adalah ketika Anda menyadari bahwa walaupun pandemi menghadirkan begitu banyak keterbatasan, Anda meyakini bahwa surviving is not enough. 

Surviving tidak menjamin survival. Anda perlu mengambil langkah offense bukan defense. Anda percaya bahwa dibalik setiap krisis, ada peluang yang terbuka dan Anda ingin menangkap peluang itu. 

Hasil terbaik dari s Survival Mode adalah survive, selamat. Sementara, hasil terbaik dari Innovation Mode adalah pertumbuhan bisnis. 

Di saat yang sama menggulung para pesaing dalam satu hentakan. 

Chapter 2 | Transformation Is Not Optional

Selama pandemi, semua bisnis harus beradaptasi bahkan para winners juga tidak luput dari keharusan bertransformasi. 

Perusahaan penyedia kebutuhan esensial yang kebanjiran permintaan harus berinovasi dalam sistem rantai pasoknya untuk memastikan bahwa barang selalu tersedia. Juga mereka harus mengubah saluran distribusinya agar produk mereka bisa sampai ke tangan pelanggan. 

Bagi bisnis yang kurang beruntung, mereka yang masuk dalam kategori losers, tentu saja tantangannya jauh lebih berat. Mereka harus bisa mengakali permintaan yang tiba-tiba menghilang. 

Dalam situasi ini, ada tiga area transformasi yang bisa digarap. 

Pertama, mengubah penawaran. 

Contohnya, banyak rumah sakit menawarkan layanan telemedicine disaat masyarakat pada takut datang ke rumah sakit. 

Kedua, menyasar pelanggan yang berbeda. 

Contohnya, para supplier bahan baku untuk restoran seperti sayurbox misalnya cepat mengalihkan target pasarnya dari restoran yang permintaannya seketika menghilang ke pelanggan rumahan yang permintaannya justru meningkat.

Ketiga, menggunakan saluran yang berbeda untuk menjangkau pelanggan.

Contohnya, perusahaan asuransi yang menyediakan layanan e-claim, dimana pemegang polis dapat mengajukan klaim secara full online tanpa tatap muka dan mudah.

Sayangnya, ada juga bisnis yang tetap saja tidak bisa menggunakan tiga strategi transformasi tersebut. Contohnya, sahabat saya misalnya yang Mas Ikhsan itu pengusaha travel umroh yang sukses, terpaksa menghentikan semua operasinya dan memulai bisnis baru di masa pandemi. Menjadi Event Organizer, event online, untuk perusahaan-perusahaan besar. 

Riset McKinsey menemukan bahwa selama pandemi 75% pelanggan mencoba perilaku belanja yang baru diantaranya 40% mencoba metode belanja yang baru, 35 persennya mencoba merek yang baru dan seterusnya. 

Menariknya lagi 73 hingga 80% dari mereka berniat untuk meneruskan perilaku barunya setelah pandemi. 

Temuan ini merupakan peluang dan juga ancaman bagi para pelaku bisnis. Peluang karena inilah kesempatan emas bagi pemilik bisnis untuk mencuri pelanggan milik pesaing. 

Jika Anda mampu memberikan nilai lebih kepada pelanggan dibandingkan pesaing Anda, maka Anda punya 75% peluang untuk membuat pelanggan pesaing Anda membelot ke Anda. 

Ancaman, ketika Anda tidak cepat beradaptasi mengubah penawaran nilai Anda pada pelanggan Anda, 70% peluangnya pelanggan Anda itu akan pindah ke pesaing Anda.

Chapter 3 | Threats And Opportunities

Inilah masa dimana perusahaan dan tentu saja para eksekutif dan karyawan yang bekerja di dalamnya, dituntut untuk menjadi agile. 

Lincah dalam mengantisipasi risiko dan menangkap peluang yang muncul tiba-tiba di pasar. 

Mereka yang merespon pademi dengan mode Innovation, akan mampu bergerak lebih lincah. Sementara mereka yang merespon dengan mode Survival akan sebaliknya.

Tiga dari empat eksekutif perusahaan percaya bahwa pandemi membuka peluang pertumbuhan bisnis.

Ini berlaku pada industri yang beragam dengan perbedaan sedikit dalam persentasenya. 90% dari para eksekutif itu juga meyakini bahwa pandemi akan mengubah cara mereka menjalankan bisnis selama lima tahun kedepan. 85% eksekutif khawatir bahwa pandemi akan memberikan dampak jangka panjang terhadap perubahan kebutuhan dan keinginan dari pelanggan. 

Artinya, produk atau layanan Anda saat ini, bisa jadi sudah tidak lagi relevan di mata pelanggan Anda. 

Perubahan-perubahan ini seperti yang saya sampaikan sebelumnya bisa menjadi peluang bisa juga menjadi ancaman. 

Sayangnya, hanya 21% eksekutif yang merasa memiliki keahlian, sumberdaya, dan komitmen untuk menangkap peluang-peluang itu. Dua per tiga dari mereka bahkan merasa bekerja di tengah pandemi ini merupakan tantangan yang paling berat dalam karir mereka. 

Selama pandemi ini, adopsi teknologi digital terakselerasi dengan sangat cepat. Di negara-negara asia-pasifik termasuk didalamnya Indonesia adopsi teknologi digital yang terkait dengan interaksi pelanggan, maju empat tahun lebih cepat dari prediksi awal. Sementara, adopsi teknologi digital terkait penawaran produk maju lebih dari 10 tahun dari prediksi. 

Saat ini, kita melihat dimana-mana orang sudah menggunakan teknologi digital, dari membeli kebutuhan sehari-hari hingga berobat ke dokter. 

Di perusahaan pun demikian. Banyak perusahaan yang meningkatkan belanja IT-nya secara signifikan. Walau saya melihat di banyak perusahaan, adopsi digital yang masih pada taraf permukaan. 

Misalnya, perusahaan menyewa layanan Microsoft 365 untuk semua karyawannya. Tujuannya adalah agar bisa meningkatkan kolaborasi kerja jarak jauh ditengah pandemi.

Boro-boro kolaborasi, aplikasi keren itu cuma dipakai untuk mengetik, membuat spreadsheet atau presentasi yang berdiri sendiri, tidak terkoneksi dengan timnya.

Save atau menyimpan file-nya pun masih di hardisk. Microsoft Teams yang seharusnya bisa jadi media kolaborasi yang efektif, hanya dipakai layaknya Messenger. Tidak berbeda dengan Whatsapp.

Perusahaan-perusahaan juga banyak yang menerapkan remote working, working from home, atau from anywhere. Kini, dengan semakin membaiknya kondisi, maka ada hybrid working. Aplikasi video conferencing sudah jadi makanan kita sehari-hari. 

Sayangnya, walaupun sudah pakai teknologi digital, cara kerjanya masih analog. 

Pada dasarnya, kita hanya memindahkan pola kerja yang lama ke zoom. Hari-hari kita selalu dipenuhi dengan zoom meeting, bahkan double zoom meeting

Meeting online dilakukan hingga berjam-jam lamanya melibatkan banyak orang yang tidak semuanya perlu dilibatkan sebenarnya. 

Koordinasi dan pembagian tugas serta pelaporan harus dilakukan secara verbal langsung ke yang bersangkutan melalui online meeting. Karena itulah yang biasanya mereka lakukan di masa sebelum pademi. 

Semua atasan dengan mudahnya men-setup online meeting. Tidak kenal waktu, tidak peduli kondisi anggota timnya seperti apa, dan akhirnya kesibukan kita meningkat drastis, tapi produktivitas kerja kita justru bergerak turun. 

Kecepatan adopsi digital di perusahaan-perusahaan itu tidak selalu diimbangi dengan kecepatan karyawannya dalam mengadopsi cara kerja digital. 

Chapter 4 | The Year We (Should) Rebound

Apa yang terjadi di awal tahun 2020 mengejutkan setiap orang dan setiap bisnis. Maka, wajar jika banyak pelaku bisnis yang shock dan membeku. 

Insting mendikte mereka untuk fokus pada bertahan hidup, surviving. 

Kini, sudah hampir dua tahun kita hidup dalam pandemi. Seharusnya kita sudah bisa lebih paham situasi dan mulai bergerak maju serta menangkap berbagai peluang yang muncul.

Sebagian perusahaan sudah melakukan itu. Banyak produk-produk dan layanan baru yang lahir karena pandemi. Banyak pasar-pasar baru yang terbuka karena inovasi yang tercipta saat pandemi. 

Tahukah Anda bahwa data menunjukkan perusahaan yang berinvestasi pada inovasi di saat krisis, mengungguli kinerja rata-rata perusahaan di daftar S&P 500 sebesar 10% di saat krisis terjadi. 

Bagaimana ketika krisis sudah berakhir? 

Mereka ternyata mampu mengungguli kinerja pesaingnya hingga 30%. 

Sayangnya, banyak perusahaan yang memutuskan untuk asal survive di masa pandemi, dan mereka sepertinya iya benar bisa survive, setidaknya untuk saat ini. 

Tapi, apakah mereka benar berada dalam kondisi aman? 

Kalau Anda tanya saya, maka jawaban saya adalah tidak. 

Kenapa? 

Karena perusahaan pesaing yang memilih untuk bergerak dengan Innovation Mode selama pandemi, akan memiliki otot bisnis yang lebih kuat, sistem operasi yang lebih lean, pergerakan yang lebih lincah, dan radar yang lebih tajam. 

Semua itu tertempa saat mereka berjuang dan bereksperimentasi ditengah pandemi. Bisa jadi, mereka rugi karena tidak semua eksperimentasi mereka membuahkan hasil pada bisnis mereka saat ini.

Tapi secara organisasi, mereka berada dalam kondisi terbaiknya. 

Perusahaan yang asal survive tidak akan mampu bersaing dengan mereka di masa depan. 

Mereka sudah tertinggal jauh dari sisi kapabilitas SDM, agilitas sistem, dan adopsi teknologi.

Mungkin saat ini, jika dilihat dari aspek finansial sepertinya tidak terlihat ada perbedaan antara perusahaan survivor dan perusahaan inovator. 

Tapi tunggu saja dalam tiga hingga lima tahun ke depan, market share perusahaan survivor akan tergerus oleh para inovator. 

Bahkan pelanggan mereka akan mulai membelot ke perusahaan inovator dan pimpinan perusahaan mereka akan berkata, 

“Kenapa kinerja perusahaanku terus bergerak turun? Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa. Bahkan aku berhasil membawa perusahaanku selamat dari krisis.” 

Saat itu, saya akan jawab masalahnya bukan pada apa yang Anda lakukan, tapi apa yang Anda tidak lakukan itu. 

Chapter 5 | Never Too Late To Start

Tentu saja, saat ini pandemi belum berakhir. Itu artinya Anda masih punya kesempatan. 

Kesempatan untuk memilih mode inovasi daripada sekadar survive

Untuk membuka mata dan telinga Anda lebar-lebar, memahami pergeseran ekspektasi pelanggan Anda, untuk mengubah pola dan cara bekerja Anda, untuk mengadopsi teknologi digital melampaui sekedar gaya-gayaan, dan untuk menangkap peluang-peluang baru menciptakan produk atau layanan yang benar-benar selaras dengan kebutuhan pelanggan Anda yang baru, untuk melakukannya Anda tidak perlu bingung.

Cukup lihat perusahaan-perusahaan lain yang sudah lebih dahulu melakukannya selama pandemi.

Belajarlah dari kesuksesan dan kegagalan mereka, lalu mulailah bereksperimentasi.

Pelajari hasilnya, lakukan iterasi, putar terus siklus itu, hingga Anda dapatkan hasil yang terbaik. 

Kunci keberhasilan Anda ada pada kerendahan hati dan keberanian melangkah ke luar zona nyaman

Rendah hati untuk mengakui bahwa Anda belum menjadi yang terbaik, bahwa banyak yang harus dipelajari dan diperbaiki dalam organisasi Anda. 

Keberanian untuk mencoba hal-hal yang baru, untuk salah, untuk gagal, untuk mengeksplorasi dunia baru yang penuh ketidakpastian. 

Semoga Allah memudahkan jalan kita. 

Mudah-mudahan uraian ini bermanfaat untuk kamu.

Dr Indrawan Nugroho Innovation Consultant, Serial Entrepreneur, Content Creator.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *